
SuaraUMKM, Jakarta – Dua pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Jawa Timur berhasil mengolah kain perca dan dedaunan kering menjadi barang bernilai material tinggi. Padahal, biasanya barang ini berakhir di tempat sampah.
Dua pelaku UMKM itu adalah Ani Nurdiana dan Eka Wahyu Setiawati yang berhasil memanfaatkan barang tersebut.
Ani Nurdiana terjun ke bisnis tersebut sekitar satu dekade lalu, karena kecintaannya pada dunia seni dan setelah melihat adanya peluang besar di pasar dengan pemain yang masih relatif terbatas.
Wanita asal Pasuruan ini memamerkan bisnis ecoprint miliknya dengan motif yang berasal dari dedaunan kering. Setengah bercanda, Ani menyebut dirinya berprofesi sebagai “pemulung daun”.
Ani menceritakan, usahanya dimulai berawal dari hobi. Ani memulai bisnis dengan modal Rp300 ribu pada 2010. Kini, ia mengaku telah memiliki aset Rp200 juta.
Omzet setiap bulannya pun tidak main-main. Di mana saat ramai pesanan, Ani mengaku bisa memperoleh pundi-pundi hingga Rp80 juta.
“Tapi ini kan bisnis, kalau lagi sepi pernah juga hanya Rp5 juta,” kata Ani dalam keterangannya, Senin (19/12).
Meski dengan penghasilan yang fluktuatif, Ani mampu mempekerjakan lima orang karyawan yang membantu operasional bisnisnya.
Wajah Ani memancarkan semangat ketika membahas terkait pengelolaan keuangan, perhitungan harga pokok produksi (HPP) hingga model bisnis saat ini yang masih berupa penjualan langsung ke konsumen (business to consumer/B2C). Ia mengatakan akan mengeksplorasi ekspansi model bisnis menjadi business to business/B2B jika ada permintaan.
Ani mengungkapkan, bisnis ecoprint yang dijalaninya dapat memberikan nilai tambah hingga dua kali lipat atas beragam barang yang diniagakan, mulai dari sepatu, tas hingga jaket.
Ani yang sudah paham akan praktik bisnis berkelanjutan (sustainability) berambisi ke depannya bisa lebih proaktif mengelola bisnisnya hingga dapat memanfaatkan seluruh barang sisa dan tidak menghasilkan limbah (zero waste).
Saat ini, dia mengaku tengah mengeksplorasi potensi penggunaan plastik bekas untuk dijadikan sol sepatu dengan motif ecoprint miliknya.
Terkait pemasaran, Ani menjual barang dagangannya utamanya lewat akun Instagram @letes_craft yang dikelola sendiri. Selain itu, dirinya juga memanfaatkan platform penjualan lain, seperti e-commerce, untuk menjangkau lebih banyak pelanggan.
Hal yang mirip juga diungkapkan Eka Wahyu Setiawati, yang memanfaatkan kain sisa (perca) untuk dijadikan barang baru dengan nilai ekonomi tinggi.
Eka yang mengaku sudah hobby memanfaatkan kain perca sejak 2008, mulai aktif menjadikan aktivitas tersebut sebagai ladang usaha sejak 2018.
Lewat kain perca, Eka menyebut dapat memperoleh omset sekitar Rp15 juta per bulan. Pelaku UMKM asal Surabaya yang sudah mampu mempekerjakan empat orang ini bahkan sudah mengekspor produk sajadah miliknya hingga ke Toronto, Kanada.
Sama dengan Ani, Eka juga memanfaatkan sosial media sebagai media promosi dan penjualan, baik itu melalui Instagram @decak_handmades maupun promosi yang dilakukan lewat media sosial Tiktok yang semakin digunakan luas oleh masyarakat.
Dirinya tidak keberatan mempelajari banyak hal baru dan memanfaatkan teknologi terkini demi mengembangkan bisnisnya agar menjadi semakin besar.
Ani dan Eka yang baru memulai langkahnya untuk mengasah kemampuan bisnis setelah memperoleh ilmu dari Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) di Pasuruan, Jawa Timur.
Diresmikan tahun 2007, SETC saat ini memiliki fasilitas pendukung di atas lahan seluas 27 hektar di kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Program SETC meliputi pelatihan kewirausahaan, baik hard skill maupun soft skill di bidang budidaya pertanian, peternakan, dan keterampilan lainnya; riset terapan; pendampingan dan jejaring pasar; konsultasi usaha; serta jejaring UMKM. Hingga saat ini, SETC telah memberi keterampilan kewirausahaan kepada lebih dari 65.000 peserta dari seluruh Indonesia.
Sumber Informasi : CNN Indonesia