
SuaraUMKM, Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menyiapkan kebijakan internal Perusahaan sebelum menerapkan aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyatakan bahwa pihaknya tengah mempelajari ketentuan yang ada dalam PP tersebut serta menggunakan parameter yang selektif guna memastikan implementasi yang tepat.
“Iya, BRI akan segera merespon PP 47 itu, kita akan telaah, supaya enggak salah nanti kriteria nasabah yang menjadi target ini, karena di dalam PP 47 kan ada kriteria. Terus yang kedua, BRI menghitung ini berapa kira-kira nasabah yang nanti akan masuk dalam kategori kriteria hapus tagih ini,” kata Supari dalam acara KUR Meets The Press di Jakarta, Rabu.
Supari menjelaskan bahwa Perseroan mendukung adanya penerapan PP tersebut. BRI sendiri telah memiliki pengalaman dalam mengelola kebijakan penghapusan utang, terutama dalam situasi bencana alam besar seperti gempa di Yogyakarta dan tsunami di Aceh. Dalam kasus tersebut, penghapusan utang dilakukan setelah proses restrukturisasi menyeluruh terhadap nasabah yang benar-benar kehilangan usaha.
“Karena BRI sendiri sudah beberapa kali menghapus tagih, contohnya terkait dengan portfolio kami di Timor Leste pada saat Timor Leste memisahkan diri dari Republik Indonesia. Itu kami hapus tagih Rp173 miliar,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, BRI juga menegaskan bahwa penghapusan piutang UMKM tidak berlaku bagi program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal tersebut dikarenakan berdasarkan PP Nomor 47 Tahun 2024, salah satu kriteria kredit macet UMKM yang bisa diputihkan ialah kredit komersial atau kredit program yang sudah selesai pelaksanaan programnya.
“KUR bukan objek hapus tagih, karena KUR adalah kredit yang masih berjalan dan memiliki tujuan untuk mengembangkan UMKM agar naik kelas,” jelas Supari.
Selain itu, ia mengakui bahwa tren kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) di segmen UMKM mengalami peningkatan. Ia menyebut faktor makroekonomi, seperti daya beli masyarakat, menjadi salah satu penyebab utama kenaikan NPL.
Meskipun demikian, dirinya optimistis dengan perbaikan ekonomi ke depan, terutama melalui program-program pemerintah yang melibatkan UMKM.
Sejalan dengan keluarnya PP Nomor 47 Tahun 2024, pemerintah memberikan waktu enam bulan bagi perbankan untuk mempersiapkan implementasinya.
Melalui penerapan kriteria yang ketat, Supari berharap kebijakan penghapusan utang ini dapat tepat sasaran dan tidak memicu moral hazard, dengan fokus utama pada nasabah UMKM yang terdampak secara signifikan.
Coach Faran sebagai pengamat UMKM turut menanggapi kebijakan ini, menurutnya langkah BRI merespons PP 47 Tahun 2024 dengan hati-hati sebagai pendekatan yang bijak. Penghapusan piutang macet untuk UMKM adalah kebijakan positif yang dapat meringankan beban pengusaha kecil, terutama yang terdampak krisis. Namun, pelaksanaannya harus selektif agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan moral hazard.
Pengalaman BRI dalam menghadapi penghapusan utang di masa lalu menunjukkan kesiapan institusi ini, namun perlu dicatat bahwa KUR tidak termasuk dalam program ini, karena fokusnya pada pengembangan UMKM yang masih aktif. Tantangan terbesar ke depan adalah mengendalikan tren kredit macet (NPL) di segmen UMKM, yang meningkat akibat kondisi makro ekonomi sebut Coach Faran.
Menurutnya Jika kebijakan ini diterapkan dengan tepat, dapat memberikan napas baru bagi pelaku usaha mikro yang sedang kesulitan dan berpotensi meningkatkan daya tahan ekonomi nasional.