
Penulis : Coach Wiwin Nospitalia
SuaraUMKM, Pangandaran – Tempe adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari fermentasi kedelai dan di campur menggunakan kapang atau “ragi tempe” untuk proses pematangan secara tradisional. Dikenal sejak berabad-abad lalu lamanya, tempe sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Termasuk juga makanan favorit penulis, nih.
Tempe ibarat sudah menjadi trademark makanannya Indonesia. Hebatnya lagi, tempe juga mendunia. Sekarang sedang tren kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Karena hal ini tempe tidak hanya diproduksi di Indonesia tetapi juga di banyak tempat di dunia mengikuti gaya hidup mereka.
Nah, itu sekilas mengenai tempe. Pastinya bagi teman-teman UMKM khususnya dan pembaca umumnya sudah tidak asing dengan makanan kita sehari-hari ini. Berhubung soal tempe, penulis sempat berkunjung di salah satu pembuat tempe di Pangandaran. Setelah disibukkan dengan pelatihan UMKM, penulis merasa perlu juga melihat geliat UMKM di kabupaten ini.

Pangandaran sendiri merupakan kota pariwisata yang tentunya ditunjang oleh banyak pelaku UMKM disegala bidang. Pastinya bidang kuliner olahan laut mendominasi. Namun, kali ini bukan olahan laut lho tapi tempe tradisional. Saya mewawancarai salah satu UMKM pembuat tempe “Nini Kruntek” dengan Ibu Surtinah dibantu anaknya, Maenah, mengelola usaha pembuatan tempe tradisional ini.
Sebagai informasi nih untuk pembaca, ternyata usaha tempe yang di kenal sebagai Tempe Nini Kruntek ini sudah berdiri sejak 2012 di Prembun, Desa Wonoharjo. Diakui oleh Ibu Surtinah, usahanya sempat berhenti karena pandemi Covid-19. Pandemi memukul usaha Nini Kruntek dari segi bahan baku dan ketiadaan pembeli.
Dalam sehari, Ibu Surtinah mampu membuat 10 kg tempe bungkus tradisional dengan ragi alami yg dibuat sendiri. Jadi bisa dibilang sebagai tempe organik. Nah, sebagai info nih untuk pembaca, tempe organik itu bahan bakunya menggunakan bahan alami dari kedelai (bukan kedelai rekayasa genetika) hingga proses pembuatannya.
Tempe yang dihasilkan oleh usaha Nini Kruntek hanya dijual dirumah saja. Pembelinya datang ke tempat usaha Nini Kruntek yang biasanya adalah ibu rumah tangga sekitar dan pedagang sayur setempat. Untuk harga tempe yang dijual pun sangat murah yakni Rp1000 untuk 4 bungkus.

Yang unik dari tempe Nini Kruntek adalah masih dibungkus daun pisang. Ya memang karena sudah disebutkan di awal bahwa ini adalah yang dibuat secara organik, prosesnya pun menggunakan bahan alami. Usaha Nini Kruntek ini sudah memiliki izin dari Depkes Pangandaran berupa PIRT (SPP-IRT). Tempat pembuatan tempe Nini Kruntek masih tradisional, produksinya menggunakan kayu bakar.
“Tempenya masih saya pakai ragi buatan sendiri dan saya bungkus dengan daun pisang, daunnya beli kertasnya juga beli, mudah-mudahan saya bisa dapat modal untuk mengembangkan usaha,” ujar Ibu Surtinah.
Pada umumnya, tempe produksi dari Nini Kruntek selalu habis di beli, jelang pesta perkawinan. Juga pada musim Lebaran di mana permintaannya meningkat. Biasanya tetangga (penduduk sekitar tempat usaha Nini Kruntek) akan membeli tempe untuk dijual lagi atau untuk momen seperti hajatan (sunatan, perkawinan, dan sebagainya).

Menarik melihat usaha pembuatan Nini Kruntek ini secara langsung. Selalu ada cerita dari perjuangan teman-teman UMKM di daerah.
Harapan penulis, semoga usaha Ibu Surtinah dari Nini Kruntek ini semakin maju dan terus mempertahankan unsur tradisional yaitu dibungkus daun pisang dan menggunakan kayu bakar, itu yang membuat rasanya beda dan otentik.