JAKARTA – Kementerian Pertanian akan meningkatkan produktivitas pertanian dengan memanfaatkan smart farming.
Smart farming adalah sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas. Sistem ini menjadi kunci agar sektor pertanian terus eksis di tengah dampak perubahan iklim dan pandemi Covid-19.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan pentingnya penerapan smart farming. Menurutnya, pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi covid 19.
Mentan SYL juga menambahkan, menghadapi tantangan perubahan iklim bukan lagi dengan cara-cara klasik. Tapi harus dengan metode yang lebih modern salah satunya smart farming, karena perkembangan ke depannya yang membuat lahan semakin sempit, jumlah penduduk semakin besar dan lainnya mengharuskan penggunakan teknologi yang smart.
“Kemudian, digitalisasi pertanian menjadi efektif dan penggunaan mekanisasi semakin maju sehingga produksi terus meningkat dengan kualitas yang tinggi dan pendapatan petani semakin naik,” jelas Mentan SYL.
Menurutnya, kemajuan pertanian turut didukung generasi milenial karena memiliki semangat berinovasi yang tinggi untuk melakukan cara-cara yang baru terhadap penanganan pertanian yang maju, mandiri dan modern.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, pada Ngobrol Asyik Penyuluhan (Ngobras) volume 06, Selasa (08/02/2022), secara virtual di AOR BPPSDMP, dengan tema Smart Farming, Inovasi Pertanian Masa Kini.
Dalam arahannya, Dedi mengatakan pertanian modern yaitu teknologi Smart Farming tujuan pembangunan pertanian akan tercapai.
“Tujuan pembangunan pertanian yaitu mendongrak produktivitas, kualitas dan efisiensi pertanian, ” ujar Dedi.
Dedi mengatakan bahwa yang mendongkrak produktivitas adalah insan pertanian yaitu penyuluh pertanian dan juga stakeholder pertanian.
Sementara itu narasumber Ngobras, Deni Nurhadiansyah, yang merupakan petani milenial Kecamatan Compreng Kabupaten Subang, mengatakan Smart Farming yang dikembangkan diantaranya pengendalian hayati untuk penyemprotan hama, menggunakan pola tanam dalam musim tanam dengan waktu tanam 2 minggu dengan untuk 50 ha dari jumlah lahan 700 ha, penyemprotan menggunakan drone dengan waktu 15 menit untuk 1 ha dan penggunaan combine harvester.
“Kedepannya akan ada data kesuburan lahan lengkap, sehingga rekomendasi pemupukan untuk tanaman berdasarkan data yang ada” jelas Deni.
Samsudin, Kepala Desa Kiarasari, Kecamatan Compreng, yang hadir secara virtual mengatakan, saat ini 95% masyarakatnya mempunyai mata pencarian bertani, sehingga untuk biaya implementasi teknologi patungan antar warga.
“Untuk mewujudkan kampung inovasi serta adaptasi teknologi diperlukan dukungan dari dinas pertanian dan juga stakeholder bidang pertanian,” ujar Samsudin.