
SuaraUMKM, Jakarta – Menurut data dari Momentum Works, transaksi e-commerce asing mendominasi sekitar 86% di Indonesia pada tahun lalu. Melihat dominasi ini, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menganggap perlu adanya peraturan terkait Harga Pokok Penjualan alias HPP.
Pengaturan harga produk di platform e-commerce dapat direvisi melalui Peraturan Menteri Perdagangan, yakni Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau PMSE.
Permendag Nomor 31 Tahun 2023 baru diterbitkan pada akhir September. Regulasi ini membuat TikTok Shop tutup pada awal Oktober (4/10), karena media sosial dan e-commerce tidak diizinkan beroperasi pada satu platform.
HPP harus diatur supaya tidak ada lagi perang bakar uang antar e-commerce untuk memperbesar valuasi bisnis dan market share tapi memukul UMKM,” kata Menkop UKM Teten Masduki saat Diskusi Refleksi 2023 dan Outlook 2024 Kemenkop UKM di Gedung Smesco, Jakarta, Kamis (21/12).
Baca Juga : Jadi Penyumbang Lapangan Kerja, Pembiayaan UMKM Masih Rendah
“Di Cina sudah mengatur itu. Tidak boleh ada barang dijual di bawah HPP,” kata Teten.
Teten menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah berupaya menyempurnakan peraturan terkait e-commerce. Namun, aturan mengenai HPP belum dimasukkan dalam revisi Permendag Nomor 31.
Sementara banyak UMKM kesulitan bersaing dengan produk impor yang dijual dengan harga lebih murah, terkadang bahkan di bawah harga pasar di dalam negeri.
“Sangat murah sekali. Baju Rp 1.000, tas Rp 2.000, kerudung Rp 1.200. Tidak mungkin bisa bersaing. Kami ingin terus sempurnakan,” kata Teten.
Gagasan mengenai aturan HPP ini telah disampaikan dalam rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya perang harga antara produk impor dan lokal di platform e-commerce.
Baca Juga : Gabung Tokopedia, TikTok Resmi Kembali ke Indonesia
Selain itu, Teten menekankan perlunya produk impor memenuhi persyaratan seperti izin edar dan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagaimana berlaku untuk produk lokal.
“Nanti (produk impor) harus HPP, punya lisensi, izin edar, dan lain-lain supaya apple to apple dengan produk dalam negeri,” katanya.
Teten memberikan contoh dampak perang harga terhadap produk kecantikan lokal, yang sebelumnya mendominasi penjualan di e-commerce sebelum produk dari Cina membanjiri pasar.
“Sebelumnya ada lima merek memimpin pasar. Begitu digempur produk murah, pangsa pasar brand lokal ini rontok dalam waktu singkat. Oleh karena itu, saya tetap mengusulkan tiga bulan ke depan harus ada revisi Permendag guna penyempurnaan, karena belum ada pengaturan HPP,” pungkas Teten.
Sumber : Katadata