
SuaraUMKM, Jakarta – Pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya mereka yang berada dalam garis menengah ke bawah dan memiliki akses terbatas pada sumber permodalan, merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia yang hingga sampai saat ini masih terus berlanjut.
Kesenjangan distribusi ekonomi bisa menimbulkan gejolak sosial baik dalam skala kecil maupun skala yang besar. Pemerataan pembangunan maupun hasil pembangunan belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Digital Entrepreneur Activation (DEA Institute) memahami tentang potensi masyarakat menengah bawah sebagai penggerak ekonomi negara. Dengan jaringannya yang luas, lembaga ini menjadi solusi dalam menjembatani antara investor dengan pelaku ekonomi kecil yang tidak memiliki aksesibilitas terhadap modal. Melalui kerjasama dengan sederet pengusaha lokal dan nasional, DEA Institute sukses mengelola modal untuk memberdayakan ekonomi mikro.

“Walaupun secara teknis kami baru berdiri sejak tahun 2023 namun para pendiri memiliki latar belakang profesional di dunia industri dan bisnis yang cukup panjang. Perusahaan kami Digital Entrepreneur Activation (DEA) sendiri didirikan oleh empat pendiri nya, yaitu Ade Suprayitno dan Handarbeni Setio Wicaksono yang fokus pada edukasi kewirausahaan dan digital marketing serta Sagita Destirani yang berlatar belakang dunia Pendidikan yang lebih banyak terlibat di bisnis berbasis ekosistem dan komunitas dan saya sendiri yang sudah puluhan tahun berpengalaman di dunia bisnis,” tutur komisaris yang juga sekaligus sebagai salah satu pendiri DEA Institute Henny Freyda.
Baca Juga : Pemilu 2024 Bawa Angin Segar Untuk Kebangkitan Bisnis UMKM
DEA Institute memiliki kesadaran dan kepedulian tinggi terhadap pembangunan ekonomi kita yang masih timpang. Hal inilah yang menjadi latar belakang mengapa DEA Institute hadir sebagai bagian dari solusi pemerataan kesempatan.
Hampir mayoritas mereka yang dibina oleh DEA Institue tidak memiliki pengalaman berbisnis dan tidak paham tentang produk. Karena itulah DEA Institue menghadirkan dua solusi sekaligus, produk dan pembinaan. Adapun produk yang dipilih adalah logam mulia.
Melihat kondisi sekarang ini, masyarakat kelas bawah lah yang justru harus menyimpan emas dan berbisnis emas. Mengapa demikian? Karena mereka yang paling terdampak jika terjadi inflasi, ketika harga barang naik sementara nilai uang menurun. Dengan menyimpan emas, nilai tabungan mereka tidak akan digerogoti inflasi.
Sebagai sebuah instrumen investasi, nilai emas cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dan dilihat dari sisi bisnis, jual beli logam mulia saat ini masih menjadi pilihan usaha yang direkomendasikan.
Baca Juga : Efektif Jangkau Pasar, Platform Video Pendek Kian Diminati UMKM
Bisnis emas bisa memberikan profit hingga dua kali lipat dari modal. Apalagi jika menggunakan sistem jaringan. Inilah yang ditawarkan DEA Institute kepada masyarakat.

Sejauh ini yang telah menjadi mitra perusahaan tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga, pedagang keliling, ojek online, wanita karir, PNS, pensiunan hingga mahasiswa.
“Kami juga sudah bekerjasama dengan sejumlah kampus untuk memperluas jaringan bisnis kami sehingga mahasiswa pun bisa menjadi bagian dari segmen masyarakat yang kami bantu,” tutup Frey.
DEA Institute memiliki target yang disebut 1-1-1, yang menggambarkan rencana dalam satu tahun satu keluarga harus memiliki 1 kilogram emas. Target ini berdasarkan kondisi ekonomi makro Indonesia serta geopolitik dunia yang menyebabkan potensi-potensi krisis keuangan bisa terjadi kembali sehingga keluarga di Indonesia memiliki cadangan tabungan anti inflasi berupa emas batangan.